Rumah tua pinggiran makam.Bulan April 2005 telah terlalui dalam sentuhan-sentuhan gemulai tangis ratap."Kek,dimana dirimu berada?Aku kangen senyum renyahmu dan cerita-cerita di masa lalumu,masa-masa perkasamu."Terdengar hatiku memecah tangisku di tengah malam sujudku.Ya seorang lelaki tua yang selalu menjewer,mencubit gambaran hidup ini.Lelaki tua yang selalu berbau tembakau kenikmatan dalam sabar dan tawakal."Ngger bocah bagus,kowe kudu ngati-ati nglakoni sakjroning uripmu!Urip iki amung sedela,kowe bakal nglakoni sakjroning pati.Aja gampang menggok marang gebyaring kadunyan,ning-ning,eling lan waspada ya!"katanya yang gemetar memecah di suatu malam.Aku selalu merekam azimah-azimah yang tersematkan di dalam relung kalbuku dan di setiap puteran-putaran roda motor bututku.Doa restu yang selalu menghempas melebihi kerasnya gemuruh gelombang pantai selatan.
Di ujung desa pinggiran bulak sawah itu,aku terdiam dalam hamparan-hamparan hampaku.Aku bercumbu dalam desahan nafsu malamku,kuciumi rembulan galauku dan bersenggama bersama kunang-kunang harapanku."Oh,sepinya malam ini,tiada ku dengar desah-desah nafas di sekelilingku.Aku sendiri disini,apakah mereka terlelap dalam mimpi.Atukah...aku telah mati.Ya Tuhan...mungkinkah aku mati?"tanyaku dalam ragu.Kunyalakan sebatang Djisokamku penghibur gerahku dan penikmat gairahku.Kupandang setiap kepulan-kepulan asap rokokku,terasa nikmat bagai semilir angin di malam itu.Ya Tuhan,inikah Anugrah terindahmu,dan inikah hidupku.
Tiba-tiba di sana ku lihat bayangan putih berkelebat.Sesosok gambaran seperti lelaki berjenggot putih dan panjang."Kek,kamukah itu?"ku tajamkan mataku.Tiada jawaban keluar dari mulutnya.Aku diam dan berangan-angan tentang Malaikat."Apakah engkau Malaikat penjemputku?Aku belum siap,aku masih ingin bersama kekasih hidupku dan aku masih mau bernyanyi bersama burung Kenari."dengan tubuh bergetar ku bertanya kembali.
Kupejamkan mataku yang terasa berat basah oleh air sungai yang mengalir."Kek,maafkan aku.Seribu bahkan sejuta atau lebih dosa dan noda dalam hidupku.Mungkinkah Tuhan masih menerima Taubatku,Kek?Ku telah durhaka kepadamu,ku campakkan segala petuahmu."Dan akupun diam dalam gemuruh jiwaku.Dan kembali kurasakan saus Djisokamku basahi mulut hitamku.Aku ingin terlena dalam pelukan tembakau kakekku dan berenang dalam semburan-semburan ludahnya yang selaksa manis madu sebelanga.Dan aku beranjak melambaikan tangan pada padi menguning,gemericik air dan pada kunang-kunang yang berterbangan.
"Kek,hidup adalah perjuangan dengan berbagai aral terbungkus seindah kado kekasihku.Tidurlah dalam dekapan bidadari-bidadari telanjang.Aku kan terus melangkah dan merobek lembaran-lembaran busukku."Aku pulang dalam langkah-langkah menapaki jalanan desa yang penuh kerikil-kerikil tajam dan bagai sebuah gincu melukis di telapak kakiku.
Kamis, 21 Februari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar