Selasa, 26 Februari 2008

DUDU KOWE

Dudu kowe...
Apa pancen dudu kowe
Lha banjur sapa tho?
Rina wengi tansah hanglelewa

Panas udan tansah ora dak rasa
Buthekking ati kaya sewu werdhi
Aku memuji muga pancen sliramu
Ndhuk ganthilaning kapangku

Ananging dudu kowe
Sak jantraning lakuku
Ngapa tansah goda impenku

Oh Ndhuk cah ayu...
Dudu sliramu
Kang bakal keceh sakjroning luhku
Bebarengan urip kang tansah tumuju laku


Dudu kowe...dudu kowe...!!!


NDALU BUNDHET...2008.

BUNDHET

KAU...

Kaukah itu...
Bercumbu dalam bayang-bayang
Ataukah jelmaan bisikan semak kerontang
Mungkin,libido dalam konaxku...

Kaukah itu...
Merebah bagai bangkai telanjang
Membungkam suara-suara sumbang
Membetot dawai kehidupan kakekku

Sesak jiwaku terjungkal
Larut akan senyum manismu
Dan menyeret badai-badai mesramu
Kau tampar...seribu kesal

Desah amarah di ujung gang
Bernyanyi dalam kubangan dendam
Terpuruk memeluk puing-puing malam
Ku tersedak kaupun hilang...

Kaukah itu...
Sesalan,dendam ataukah cinta
Bedebah semuanya
Kau tikam kenari syahwatku...

Jumat, 22 Februari 2008

BOCAH BAJANG

Kang...aku durung mangerti
Lan soyo suwe kok malah mbilaheni
Marang lelakon kang padha di gawe
Ing sak tengahing yuswa sajak ngawe-awe


Kudune aku lumaku ing kana kae
Ngancik lad-ladan kancane dhewe
Nggayuh ayang-ayang sing dadi sawangane
Lan tumrap kabeh kang wus rinonce


Ananging Kang...mung di gawe bubrah
Bubar-bubar sumebar tanpa wadah
Anak polah Bapa kepradah
Bisa handadekake mongkoging rasa sumanah


Kudune aku tumandang cipta
Nempil kabeh kang padha tandang karya
Bisa gumyak senajan tho amung sedela
Nyirnakna bebendhu sing tansah mbalela


Kang...apa jagade wis padhang?
Banjur arep napaki ara-ara sinebrang
Manekung amrih rahayu sinandang
Nyemplok murka kang kemramang abang...



Bajang Kerek,28 Februari 2005...

CODET HITAM

Berapa lamakah senyummu abadi
Sehitam apakah topengmu menghiasi
Perjalanan ini dan...
Kesetiaan tak berujung di nanti

Kemarau telah datang di bulan ini
Kusut kering wajah singgah kembali
Sampai kapan,dimana...
Codet-codet lama terpisah dan mati

Berapa lamakah luka ini enyah
Bebas tanpa beban tuk bersedekah
Untuk hidup...

Dan mungkin disana masih banyak
Tangan-tangan kotor mengkilat semerbak
Untuk sebuah uluran...
Oh sialan...

Basah tanah ini kawan
Bukan turunnya embun dan hujan
Air liur dan bopeng-bopeng bertuah
Hingga tergelepar diantara busukan sampah


Adakah kalian dengar dan rasakan...



Ratap Sang Penggali Kubur
20 Agustus 2005

Kamis, 21 Februari 2008

ASAP-ASAP KEMATIAN

Rumah tua pinggiran makam.Bulan April 2005 telah terlalui dalam sentuhan-sentuhan gemulai tangis ratap."Kek,dimana dirimu berada?Aku kangen senyum renyahmu dan cerita-cerita di masa lalumu,masa-masa perkasamu."Terdengar hatiku memecah tangisku di tengah malam sujudku.Ya seorang lelaki tua yang selalu menjewer,mencubit gambaran hidup ini.Lelaki tua yang selalu berbau tembakau kenikmatan dalam sabar dan tawakal."Ngger bocah bagus,kowe kudu ngati-ati nglakoni sakjroning uripmu!Urip iki amung sedela,kowe bakal nglakoni sakjroning pati.Aja gampang menggok marang gebyaring kadunyan,ning-ning,eling lan waspada ya!"katanya yang gemetar memecah di suatu malam.Aku selalu merekam azimah-azimah yang tersematkan di dalam relung kalbuku dan di setiap puteran-putaran roda motor bututku.Doa restu yang selalu menghempas melebihi kerasnya gemuruh gelombang pantai selatan.
Di ujung desa pinggiran bulak sawah itu,aku terdiam dalam hamparan-hamparan hampaku.Aku bercumbu dalam desahan nafsu malamku,kuciumi rembulan galauku dan bersenggama bersama kunang-kunang harapanku."Oh,sepinya malam ini,tiada ku dengar desah-desah nafas di sekelilingku.Aku sendiri disini,apakah mereka terlelap dalam mimpi.Atukah...aku telah mati.Ya Tuhan...mungkinkah aku mati?"tanyaku dalam ragu.Kunyalakan sebatang Djisokamku penghibur gerahku dan penikmat gairahku.Kupandang setiap kepulan-kepulan asap rokokku,terasa nikmat bagai semilir angin di malam itu.Ya Tuhan,inikah Anugrah terindahmu,dan inikah hidupku.
Tiba-tiba di sana ku lihat bayangan putih berkelebat.Sesosok gambaran seperti lelaki berjenggot putih dan panjang."Kek,kamukah itu?"ku tajamkan mataku.Tiada jawaban keluar dari mulutnya.Aku diam dan berangan-angan tentang Malaikat."Apakah engkau Malaikat penjemputku?Aku belum siap,aku masih ingin bersama kekasih hidupku dan aku masih mau bernyanyi bersama burung Kenari."dengan tubuh bergetar ku bertanya kembali.
Kupejamkan mataku yang terasa berat basah oleh air sungai yang mengalir."Kek,maafkan aku.Seribu bahkan sejuta atau lebih dosa dan noda dalam hidupku.Mungkinkah Tuhan masih menerima Taubatku,Kek?Ku telah durhaka kepadamu,ku campakkan segala petuahmu."Dan akupun diam dalam gemuruh jiwaku.Dan kembali kurasakan saus Djisokamku basahi mulut hitamku.Aku ingin terlena dalam pelukan tembakau kakekku dan berenang dalam semburan-semburan ludahnya yang selaksa manis madu sebelanga.Dan aku beranjak melambaikan tangan pada padi menguning,gemericik air dan pada kunang-kunang yang berterbangan.
"Kek,hidup adalah perjuangan dengan berbagai aral terbungkus seindah kado kekasihku.Tidurlah dalam dekapan bidadari-bidadari telanjang.Aku kan terus melangkah dan merobek lembaran-lembaran busukku."Aku pulang dalam langkah-langkah menapaki jalanan desa yang penuh kerikil-kerikil tajam dan bagai sebuah gincu melukis di telapak kakiku.

Kamis, 14 Februari 2008

Segelas Kopi

Malam ini udara begitu dingin seiring suara katak-katak bernyanyi.Sepinya suasana sisakan gurat-gurat bekas hujan tadi.Dengan sebuah onthel tua ku kayuh harapan yang telah bopeng tertusuk kenangan-kenangan lampau.Aku berhenti di sebuah kedai tua yang menyuguhkan rintihan Yon Koeswoyo memecah malam."Pak,minta kopinya!"Dengan sebatang Djisokam ku hirup asap kegalauan dengan panasnya segelas kopi konakku."Kau datang lagi,kau tak sendiri..."menambah nikmat tegukan-tegukan kopi ini.Yah..lagu Yok Koeswoyo sang adik dari Yon begitu menampar ingatanku pada seorang gadis desa yang kini entah kemana.

Ditengah terlenanya aku dengan lamunanku,tiada terasa air hangat mengalir membanjiri mata dan pipi kusutku.Lagu "Cintamu Tlah Berlalu"mencabik-cabik kegalauanku pada tragedi cinta pertamaku."Bedebah...Bajingan...pergi kau dari hidupku."Ku gebrak meja di depanku dan tinggal setengah kopi di gelasku."Ada apa Mas?"tanya Bang Soim kepadaku."Ah,biasa Bang mabuk aku."Dan ku habiskan sisa kopiku yang tinggal separo itu dan ku taruh uang Seribuan di bawah gelasku."Gue cabut Bang,peusing kepala gue,makacih"


Kembali ku kayuh onthelku membelah malam,melintas bulak sawah yang katanya angker dan banyak Bencong-bencong menyedot kenikmatan."Persetan semuanya.."ku alihkan rasa takutku.Pukul 02.30 telah mendorong diriku akan sebuah rumah.Yaah,rumah keabadian dimana berbagai macam peristiwa muncul menemani sisa-sisa waktu dalam perjalanan suciku."Selamat tinggal Dindaku sayang,ku relakan dikau pergi dalam dekapan cita-cintamu."Dan tiada terasa ku terlena dalam pelukan balai-balai tua dan Selamat tinggal semuanya.

SERUAN PADANG TANDUS

Seruan senja memenggil mesra
Teng-teng...teng gemuruh lonceng bersahutan
Dan akupun berjalan bersama
Lembayung buram tebar keangkuhan

Harusnya malam...

Siapakah...
Untuk apakah Rolling Stone menjerit
Dan mendesah pelan-pelan
Entahlah...

Kunyalakan sebatang Dji Sam Sue
Yang terbeli di kios Mas Thole
Sesak bergumpal dan menyengat
Bak knalpot motorku kusut mengkilat

Makin jauh ku tinggalkan petang
Lelah bertebing ratapan
Harapan...
Walau tak setajam kilauan pedang

Aku datang menyibak ilalang liar
Berselimut gatal debu-debu jalanan
Seperti Bung Ali Topan
Si ganteng tersembunyi urat-urat bergetar

Kumatikan rokokku di asbak hitam
Rebah di balai-balai pohon Salam
Terpejam menjemput impian
Dan menghadap Sang alam...


Tengah malam Suro 2004...

Selasa, 12 Februari 2008

KELELAWAR DAN BIDADARI DESA

Dulu terlihat kau berjalan sendirian
Dengan berjuta selimut luka kau tahan
Dan melintas hamparan huma gersang
Kau tangkap kelelawar malam tiada geraham

Kau sapu darah kering di sayapnya
Kau balut dia dalam tangis menghiba
Ada apa gerangan dengan dirinya
Sang kelelawar terkapar dalam luka

Kelelawar itu menatap dengan seringai
Dan meronta diantara belaian di tubuhnya
Menangisdan menatap jauh...jauh kesana
Kau yang merawat luka kelelawar malam

Rumah tua di pojok desa
Sang kelelawar diam penuh terpana
Dan ia pun bertanya...
Siapa dia dan dimana kini berada?

Dari balik pintu kayu tua
Dibuatnya terkejut ia disana
Tersenyum dan datang berucap padanya
Salam terhangat,kaulah Sang Bidadari Desa


Danau kecil pojok rumah,27 Desember 2004....

Sabtu, 09 Februari 2008

GEMURUH JIWA

Kemana kupetik seteguk embun
Panaaasss laksana bara...
Sunyi terasa letih
Oh...Dewa...benamkan daku sekarang

Dimana tangan-tangan-Mu
Tak terlintas olehku...
Yang lembut,sejuk Dan...
Kadang garang mencabik
,
Serta...gagah perkasa.....

Ha..ha..ha....!!!

nDLEMING

NDLEMING..!!!


Udan ngriwis ora uwis-uwis
Handadhekna suasana athis
Kumlebeting kalbu kang lagi miris

Saiki wayahe tengah ndalu
Udan kuwi saya mundhak ngganggu
Marang gambarku...
Lan kabeh jalma kang padha keplayu

Senajan tanpa gelap kaliwat-liwat
Ananging bisa gawe wedhiku
Kelanan kabeh panjangkaku
Marang pambudhiku sing durung padha karuwat

Mbok ya ndhang terang
Lungakna rasa was sumelang
Hilangana jiwa sing lagi kapang
Kareben bali ana ing kandhang

Nggurit-nggurit

CIPTA RASA


Dalan kuwi samar ndak sawang
Sing podho rame gumanti katon sepi
Kang asri katon ora tumata rapi
Bengi iki datan ana lintang

Ndhuk...kudune saiki bebarengan
Padha jethungan ana ing pelataran
Jejogedan lan padha tetembangan
Hanglaras luh ing suasono Padhang mBulan...

Bengi iki datan ana sewu konang
Jagad petheng leliweran,tanpa sanak kadhang
Adoh dunungmu...cupet pamikirku!!!
Kapan anggonmu padha Dakon lan jethungan

Ndhuk...saiki padhange kaya rina
Padha nglaras irama lan nyukil pangrasa jiwa
Bebasan umpamane lumaku ing gegana
Nggelar kamulyan nganti sak bedhahing jaman

Dudu rupa lan dudu raja brana...
Ananging muncrating ludira,rasa,sak pecating nyawa
Nyudhet lelakon kang tansah tinilara
Dening Durjana-durjana ambeg angkara

Ndhuk...sepira larane ati kang dinupak
Kaya ngapa rasane kang padha lara lapa
Datan bisa gemuyu kaya manuk Prenjak
Jingkrak-jingkrak kanti rasa tresna lan bungah

Saiki...meh padhang terawangan
Bagaskara manther ing sak berang Wetan
Padha bebarengan lumaku alon-alon
Tepisna sengkala...sirnakna Durjana angkara murka...


13 January 2008
Bong Kuburan Cina,04:10...

BATU HITAM

BATU HITAM


Dimana...
Kemana langkah kau arahkan
Harapan indah meluncur berdampingan
Tiada tangispun aku dengar bernada

Dimana...

Kemarin,samar kulihat disana
Seribu bayang-bayang mendekap duka
Engkaukah itu?
Atau hanya jejak-jejak busukmenikam kalbu

Dimana...
Mataharimu merekah di pagi buta
Embun segarmu membasuh alam gersang
Dan penantian abadi di ujung doa

Kulihat dikau disana...
Merangkak diantara tajam batu-batu hitam
Tertatih...tersayat,berdarah jingga
Terkapar di pucuk-pucuk pilar tergenggam

Kemanakah...

Dimana sayap-sayapnya bertahta
Kuajak memetik rembulan untuk kau...
Bertumpu diantara batu-batu hitam berkilau
Mungkinkah kau pasrah...entahlah....

Kembali samar kulihat disana
Bersama seonggok sampah bertepuk dada
Bercanda...tertawa dan bersendawa
Diatas sungai desa...Dikaupun terhina....